
Maaf ya kalau PHP, karena postingan ini gak akan membahas soal film Jobs. Enggak, itu guna blog satunya #kemudianpromosi #usahadikitbolehlahya dan lagipula, film ini belum masuk Indonesia. I doubt it will juga sih, secara rate-nya bisa dibilang rendah dan well, would you actually watch it? I mean, I have nothing against Steve Jobs but I’m not actually Aston Kutcher‘s biggest fan jadi gak yakin aja gitu sama akting dia.
Oke, ngelantur. Balik ke Steve Jobs.
Siapa sih yang gak kenal sama Steve Jobs. Si om satu ini kan terkenal banget berkat temuan-temuannya yang canggih abis itu. Apalagi iPhone yang sekarang udah jadi pemain besar di kancah smartphone.
Iyakan? Kalau ngomongin smartphone, kebanyakan pasti bakal langsung mikirin either iPhone atau Android. Mungkin bakal ada beberapa yang inget sama Windows Phone, dan beberapa yang jauh lebih anti mainstream bakal inget sama…BlackBerry. Yah, biarpun BlackBerry bisa dibilang lagi sakaratul maut karena gak bisa adaptasi dengan cepat, tapi dia kan itungannya smartphone juga dan dulu bahkan lebih hip daripada iPhone sama Android. Cuma ya sekarang emang yang namanya battle ground buat smartphone itu udah jadi daerah jajahannya iPhone sama Android.
Dan kalau ditilik lebih jauh lagi, perang antara iPhone vs Android ini kan sebenernya cuma tampak luar dari pertarungan yang lebih besar lagi. A clash di antara dua ideologi yang bertolakbelakang, yaitu walled garden ala iPhone melawan open source (a.k.a freedom!) ala Android.
And personally, mungkin ideologi walled garden inilah yang bikin iPhone gak pernah bener-bener appealing buat saya. Iyasih, iPhone memang menggoda karena bentuknya yang super pretty, dan beli iPhone itu sepaket sama beli status dan prestige juga. Tapi KAN HARGANYA GAK MASUK DI AKAL sebagai warga Indonesia yang terbiasa dengan segala applikasi gratis, kayaknya iPhone dan walled garden-nya itu too much of a hassle deh. Bisa sih di jailbreak, tapi tetep aja ribet. And I like to keep things simple.
Tapi sekarang, sekarang rasanya saya mulai bisa menghargai ideologi walled garden-nya iPhone. Walled garden memang membuat Apple terkesan sangat eksklusif dan “sombong”, tapi di saat yang sama dia menawarkan perlindungan bagi penggunanya. Dengan ideologi walled garden ini, Apple pun bisa menjual keamanan dari virus dan berbagai malware, virus, dan entah resiko apa lagi yang menghantui para pengguna smartphone. Dan setelah pengalaman menyakitkan karena ke-open source-an Android yang memungkinkan gue untuk upgrade OS secara tidak resmi yang berujung pada near death experience si Logan (a.k.a HP gue tercinta), gue jadi makin tergoda sama walled garden-nya Apple. Not that I would actually buy it though, with the unearthly price. Beda kasus kalau gue punya pohon emas.
But then again, pada akhirnya toh itu semua balik lagi ke penggunanya masing-masing. Semua balik ke digital literacy, pemahaman, dan keputusan para pengguna. Kalau emang suka tinkering, bahkan iPhone pun bisa di-jailbreak dan entah diapain lagi. Sementara kalau emang gak mau ribet, pake Android pun bisa jadi ujung-ujungnya cuma buat sms, telpon, socmed, dan foto. Iyakan?